Makna di Balik Permainan Rakyat
JAKARTA, KOMPAS.com--Permainan rakyat mungkin sudah lama redup karena anak-anak beralih pada permainan elektronik yang lebih canggih.
Namun, sebenarnya banyak makna mulia yang bisa tergali di baliknya. "Berdasarkan penelitian, seluruh permainan rakyat di Indonesia memiliki kesamaan yakni pengenalan diri, alam, dan Tuhan," ujar Peneliti Kebudayaan, Mohammad Zaini Alif, Kamis (20/5/2010), di Gedung Djoeang, Jakarta.
Sekitar 200 lebih jenis permainan dari Sabang sampai Merauke sudah ia teliti dan semuanya memiliki kesamaan tersebut. "Ini menandakan bahwa kita satu keturunan dan juga punya hak yang sama," ujar Zaini Alif.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Anak-anak bermain cublak-cublak suweng pada Lomba Permainan Rakyat di Alun-alun Selatan Yogyakarta, Selasa (3/11). Berbagai permainan dilombakan untuk melestarikan permainan tradisional yang terancam punah.
Tujuh lubang menandakan jumlah hari dan satu gunung menandakan lumbung. Jadi, setiap hari seseorang mengumpulkan satu batu hingga penuh. Setelah penuh, batu atau benda tersebut dipindahkan ke lumbung untuk ditabung atau dibagikan kepada yang membutuhkan.
Penggunaan lumbung ini tercermin pada kehidupan masyarakat Sunda yang masih menggunakan lumbung untuk menyimpan hasil bumi. Sama halnya dengan permainan Engkle yang juga ada di berbagai daerah. "Permainan itu juga bermakna perjalanan hidup seseorang dari hari ke hari sampai menuju surga," ungkapnya.
Kotak-kotak menandakan hari yang harus dilalui manusia hingga mencapai sebuah lingkaran besar yang menandakan surga. Setelah sampai di surga, ia melemparkan batu ke belakang untuk memilih tempat miliknya yang tidak bisa ditempatkan orang lainnya.
Selain itu, menurut Zainal Alif, permainan rakyat Indonesia itu sarat dengan nilai ketuhanan, seperti Hompimpa. Kalimat "Hompimpa Alaium Gambreng" itu bermakna "Dari tuhan kembali ke tuhan, mari kita bermain!"
Meski sering dilafalkan berbeda di tiap daerah, inti maknanya sama tentang ketuhanan. Namun di lain sisi, ia menyesalkan budaya masyarkat kini yang artefakturistik. Maksudnya, masyarakat hanya memiliki benda budaya tanpa menggali nilai dan makna dibaliknya. "Padahal kalau kita tahu nilai dan makna, kita akan tahu siapa kita, alam kita, pemimpin, budaya, hingga Tuhan kita," ucap Zaini Alif di hadapan para pemuda perwakilan tiap daerah di Indonesia dalam rangka Hari Kebangkitan Nasional.
Zainal beranggapan dengan kesamaan makna dalam keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia menandakan bangsa Indonesia berasal dari satu keturunan. "Melalui permainan rakyat itu diperkenalkan sehingga tidak ada perpecahan karena semua dianggap sama," tuturnya.
Komentar
Posting Komentar