Asal Nama Kawasan dan Negara di Asia Tenggara

oleh Kumpulan Dongeng & Cerita Rakyat pada 24 November 2010 jam 7:38

Pada saat orang-orang Eropa sampai ke kawasan Asia Tenggara pada awalnya, mereka menyebut kawasan tersebut dengan berbagai nama.

Asia Tenggara



Timur Jauh

Nama yang pertama adalah “Timur Jauh”. Sebutan “Timur Jauh” ini muncul ketika orang-orang Eropa untuk sampai ke kawasan ini haruslah berjalan ke arah timur. Perjalanan ke arah timur tersebut pertama-tama didorong oleh motif ekonomi untuk berdagang, terutama berdagang sutera. Oleh karena itu jalur perdagangan tersebut kemudian disebut “Jalur Sutera”.

Sebetulnya jalur sutera ini adalah jalur perdagangan darat dari Laut Tengah hingga ke Samudra Pasifik. Di daerah dekat Samudra Pasifik tersebut berdiri kerajaan yang memperjualbelikan komoditi kain Sutera. Kerajaan itu bernama Kin Tan atau mereka menyebutnya dengan nama Cathay. Lama kelamaan semua daerah atau wilayah yang ada di sekitar kerajaan itu mereka sebut dengan kawasan “Timur Jauh”. Kawasan yang disebut “Timur Jauh” pada awalnya hanya meliputi kawasan di sekitar Cina atau yang berbudaya Confusianis, akan tetapi lama kelamaan kawasan Asia Tenggara juga mereka golongkan dalam Kawasan “Timur Jauh” karena secara geografis terletak jauh di sebelah timur Kawasan Eropa. Sebutan Timur Jauh mereka berikan bukan hanya karena adanya letak geografis, tetapi juga untuk membedakan dengan kawasan “Timur Dekat” yaitu sebutan orang-orang Eropa pada suatu kawasan yang berbudaya Timur Tengah dan letaknya di sebelah timur Eropa tetapi letaknya lebih dekat secara geografis ke Eropa dibandingkan dengan Kawasan Timur Jauh.

Hindia Belakang

Nama yang kedua adalah “Hindia Belakang”. Sebutan Hindia Belakang ini muncul karena orang-orang Eropa yang sampai ke kawasan ini selalu harus melewati daerah yang mereka sebut dengan India hingga sekarang. Jadi jika orang-orang Eropa harus berjalan dari Eropa kearah timur, maka mereka akan bertemu dengan wilayah yang mereka sebut India sampai sekarang dan jika mereka berjalan lagi meneruskan perjalanan ke arah timur, maka mereka baru akan menemukan kawasan yang kemudian pada masa sekarang disebut dengan Asia Tenggara.

Oleh karena orang-orang Eropa itu harus selalu melewati wilayah India dulu untuk sampai ke Asia Tenggara, maka mereka menyebut wilayah India menjadi “Hindia Depan” dan mereka menyebut kawasan Asia Tenggara menjadi “Hindia Belakang”. Kawasan ini mereka sebut Hindia karena mereka menggolongkan budaya yang ada di Asia Tenggara sebagai budaya yang sama dengan budaya India, hanya saja secara geografis letak kawasan ini dibelakang India jika dilihat dari Kawasan Eropa.Melihat nama Hindia pun kita tidak boleh terkecoh, karena ternyata terdapat nama sebutan “Hindia Timur” dan “Hindia Barat”.

Yang dimaksud orang-orang Eropa dengan “Hindia Timur” adalah Hindia yang letaknya secara geografis di sebelah timur Kawasan Eropa (yang dimaksud adalah benua Asia). Sedangkan “Hindia Barat” adalah Hindia yang letaknya secara geografis disebelah barat Kawasan Eropa (yang dimaksud adalah Benua Amerika). Sebutan “Hindia Barat” pertama kali muncul sejak pendaratan expedisi Columbus di Kepulauan Karibia dan Benua Amerika. Columbus dan anggota expedisinya mengira telah sampai ke India dengan berlayar kearah barat menyeberangi Samudra Pasifik. Oleh karena itu mereka pun menyebut penduduk asli atau pribuminya dengan nama Indian.

Asia Tenggara

Sedangkan nama atau sebutan Asia Tenggara, pertama kali muncul pada saat meletusnya Perang Asia Pasifik atau Perang Asia Timur Raya tahun 1941. Saat meletusnya perang tersebut, para pemerintah kolonial di Asia Tenggara membentuk suatu kesatuan perang untuk mempertahankan kawasan itu dari ancaman serangan Jepang.

Pertahanan bersama itu diberi nama Komando Asia Tenggara (Southeast Asia Command) yang didalamnya terdiri dari Negara-negara yang memiliki daerah koloni di Kawasan itu yaitu Inggris, Perancis, Belanda dan Amerika Serikat. Ide pembentukan kesatuan komando itu sebetulnya muncul pertama kali dari Perdana Mentri Inggris saat itu yang bernama Winston Churchil.

Keempat Negara kolonial itu kemudian menindak lanjuti ide itu dengan membentuk kesatuan komando Asia Tenggara (Southeast Asia Command) dibawah seorang bernama Lord Louis Mountbattend. Dari nama Komando Asia Tenggara itulah kemudian muncul suatu kawasan yang disebut Kawasan Asia Tenggara setelah masa Perang Dunia II atau Perang Asia Pasifik berakhir.

Nama beberapa negara yang muncul di Asia Tenggara

Nama beberapa negara yang muncul di Asia Tenggara pada dasarnya dapat dijelaskan sebagai berikut;

Filipina

Nama Negara Filipina adalah berasal dari nama Putra Mahkota Spanyol bernama Felipe (Philip) yang saat itu mempengaruhi Raja Spanyol untuk mengadakan pelayaran kembali guna menguasai kepulauan St Lazarus. Kepulauan itu kemudian berubah nama menjadi Filipina sebagai pertanda bahwa kepulauan itu milik Spanyol pada tahun 1542.

Thailand (Muangthai)

Nama Negara Thailand atau Muangthai berarti Negara Bangsa Thai. Thai sendiri berarti bebas merdeka. Sebelum itu negara ini bernama Kerajaan Siam tetapi sejak tahun 1939 nama itu berubah menjadi Thailand atau Muangthai.

Malaysia

Nama Negara Malaysia muncul sejak terbentuknya negara baru pada 31 Agustus 1957 yang menggabungkan wilayah bekas Negara Melayu dengan jajahan Inggris di Pulau Kalimantan yaitu daerah Sabah dan Serawak. Malaysia sendiri berasal dari kata Melayu dan Nesia. Melayu adalah nama bangsa yang tinggal di kedua daerah itu. Sedangkan Nesia berasal dari kata Nesos (bahasa Yunani) yang berarti kepulauan. Malaysia berarti Kepulauan Melayu.

Singapura

Nama Negara Singapura berasal dari kata Singa dan Pura. Singapura dulunya bernama Pulau Tumasik (Temasek) Singa adalah nama binatang yang dilihat Husein seorang pangeran Johor dan Thomas S. Raffles sebelum membangun kota disana. Sedangkan Pura berarti kota (bahasa Sanskerta). Jadi Singapura berarti Kota Singa. Nama tersebut diberikan kepada kota tersebut oleh Thomas S. Raffles saat mendirikan kota di pulau itu pada tahun 1819.

Vietnam

Nama Negara Vietnam berasal dari nama kerajaan yang berkuasa di wilayah itu sebelumnya. Vietnam sendiri berasal dari kata Viet yang berarti Kerajaan atau Negara dan Nam yang berarti Selatan. Jadi Vietnam berarti Kerajaan Selatan.

Brunai Darusalam

Nama Negara Brunai Darusalam berasal dari kata Baruna yang juga berasal dari kata Bahari artinya kerajaan lautan. Orang-orang Inggris menyebut Baruna menjadi Brunai demikian nama Borneo juga berasal dari kata ini. Dari kata Brunai ini muncullah nama Kerajaan Brunai.

Kamboja

Kamboja berasal dari kata Campa. Sebetulnya daerah yang disebut Campa ini adalah kota Saigon (sekarang Ho Chi Minh City) hingga daerah Cochin Cina di Vietnam Selatan. Daerah Campa ini sering dilafalkan oleh orang Cina dialek Yunnan menjadi Sjan Pau Tsa. Sedangkan orang Cina dialek Swatow menlafalkan menjadi Tjam dan Pa. ketika orang-orang Perancis sampai di wilayah Negara Kamboja sekarang, mereka mengira bahwa daerah ini adalah masih bagian dari daerah Vietnam Selatan sehingga orang-orang Perancis menyebut daerah Kamboja sekarang sampai daerah Vietnam Selatan dimana terdapat Cochin Cina dan kota Saigon menggunakan nama pelafalan orang-orang Cina dialek Yunnan tersebut diatas yaitu Sjan Pau Tsa. Dari nama Sjan Pau Tsa itulah muncul nama Kamboja.

Indonesia

Pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa Indoa menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).

Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker ( 1820 – 1887 ), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” ( Bahasa Latin insula berarti pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh St. Richardson Logan ( 1819 – 1869 ), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Ingris, George Samuel Windsor peer ( 1813 – 1865 ), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, peer menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu peer menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. peer mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:

“… the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians”.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon ( Srilanka ) dan Maladewa. Peer berpendapat juga bahwa nahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu peer memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, saint Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:

“Mr. peer recommends the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I like the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago”.

Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826 – 1905 ) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat ( Ki Hajar Dewantara ). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiër (orang Indonesia).

Komentar

Postingan Populer